Senin, 19 September 2011

Metode Ilmiah

Didin Wahidin
Syifa Mufiedatussalam
(FKIP UNINUS)

Pendahuluan

Secara naluriah, manusia memiliki rasa ingin tahu yang besar, yang sulit untuk terpuaskan. Ketidakpuasan ini antara lain karena seperti yang dikemukakan Maslow manusia memiliki kebutuhan yang secara hierarkhis meningkat sejalan dengan tercapainya kebutuhan yang lebih rendah, dengan kata lain apabila tingkat kebutuhan tertentu tercapai maka dia akan berkeinginan untuk meraih kebutuhan lain yang lebih tinggi. Kemajuan yang pesat di berbagai bidang kehidupan manusia dewasa ini juga merupakan salah satu faktor yang berimbas pada peningkatan kualitas kebutuhan manusia. Hal ini pun baik langsung maupun tidak langsung akan berakibat pada peningkatan kualitas rasa ingin tahu yang meraksuki manusia.
Untuk memuaskan rasa ingin tahunya maka manusia melakukan upaya-upaya, baik itu melalui upaya yang secara sadar dilakukannya maupun upaya-upaya yang kadang tidak disadarinya.
Upaya-upaya yang dilakukan tanpa kesadaran sepenuhnya (artinya tanpa rancangan atau langkah yang jelas) yang kemudian dikenal dengan upaya-upaya non ilmiah itu antara lain melalui praduga, trial and error, intuisi, wahyu, otoritas, mencari ilham, dll., sedangkan upaya yang secara sadar dilakukan dengan mengandalkan proses berpikir yang beralur tertentu (nalar) dengan langkah yang tertentu yakni dilakukan melalui penelitian ilmiah (metode ilmiah) ini dikenal dengan upaya ilmiah.
Upaya-upaya itu akan membuahkan pengetahuan, dan jenis upaya yang dilakukan akan menentukan atau akan menandai apakah pengetahuan itu akan tergolong pengetahuan ilmiah (science) atau pengetahuan non ilmiah (knowledge).
Dalam upaya untuk memenuhi rasa ingin tahu itu banyak jalan yang dapat ditempuh oleh manusia (ways of knowing). Dan masing-masing jalan untuk pemenuhan rasa ingin tahu itu telah mewarnai sejarah panjang kehidupan manusia.
Upaya itu antara lain meliputi: penggunaan mitos, prasangka, intuisi, otoritas ahli, trial and error, common sense, pengamatan indrawi, pengalaman pribadi dan upaya lainnya. Upaya-upaya ini sejauh ini kurang begitu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, antara lain karena hasil dari upaya-upaya tersebut tidak dapat ditelusuri ulang (unreliable) dan besarnya kelemahan-kelemahan dan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki manusia. Bukankah ahli pun bisa salah? Bukankah indera kita terbatas daya inderanya ? Bukankah pengalaman pribadi sangat subjektif ? Bukankah intuisi bisa saja hanya sekedar ilusi ? Lalu apa kunci kemajuan ilmu pengetahuan hingga dapat berkembang pesat seperti sekarang ini? Jawabannya simaklah uraian berikut ini.

Manusia dan Penalaran

Penalaran, seperti yang oleh Rom Harre (1989:58) dikatakan sebagai: “typically a passage of thougt from some given or assumed statements to other” atau Yuyun S.S. (1985:42) menyatakannya sebagai proses berpikir menurut alur kerangka berpikir tertentu, merupakan kunci pembuka gerbang ke arah kemajuan seperti apa yang dicapai oleh manusia sekarang ini.
Penalaran sebagai sebuah kemampuan berpikir, memiliki dua ciri pokok, yakni logis dan analitis. Logis artinya bahwa proses berpikir ini dilandasi oleh logika tertentu, sedangkan analitis mengandung arti bahwa proses berpikir ini dilakukan dengan langkah-langkah teratur seperti yang dipersyaratkan oleh logika yang dipergunakannya. Pernyataan ini akan lebih jelas apabila anda membaca uraian berikut ini.

Macam-macam Penalaran
1. Penalaran Deduktif.
Penalaran deduktif atau juga dikenal sebagai berpikir rasional yang dibidani oleh filosof Yunani Aristoteles merupakan penalaran yang beralur dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum menuju pada penyimpulan yang bersifat khusus. Sang Bagawan Aristoteles (Van Dalen:6) menyatakan bahwa penalaran deduktif adalah: ”A discourse in wich certain things being posited, something else than what is posited necessarily follows from them”. pola penalarannya seringkali kita kenali dengan pola silogisme. Sebagai contoh misalnya kita amati pernyataan-pernyataan berikut ini.
I. Semua manusia akan mati.
II. Peserta latihan penelitian ini adalah manusia.
III. Peserta penelitian ini akan mati.
Pernyataan I kita kenal sebagai premis mayor, pernyataan II adalah premis minor dan pernyataan III adalah kesimpulan. Kesimpulan yang ditarik akan bernilai benar jika kedua pernyataan di atasnya benar, demikian pula sebaliknya.
Banyak sekali kegiatan manusia yang menggunakan penalaran deduktif, sebagai contoh misalnya dokter dalam mendiagnosis penyakit pasiennya, detektif yang menyelidiki masalah kriminal, atau egiatan lainnya, tapi yang harus dicamkan adalah bahwa penggunaan yang banyak bukan jaminan bahwa penelaran deduktif ini dapat dipergunakan tanpa kelemahan-kelemahan. Antara lain misalnya jika salah satu atau kedua premisnya salah maka kesimpulan yang ditarik berdasarkan premis-premis itu akan salah. Kelemahan lainnya adalah bahwa kesimpulan yang ditarik berdasarkan logika deduktif tak mungkin lebih luas dari premis-premisnya, sehingga sulit diharapkan kemajuan ilmupenegetahuan jika hanya mengandalkan logika ini. Selain itu manakala argumen deduktif akan diuji kebenarannya, maka yang mungkin teruji hanya bentuk atau pola penalarannya tapi bukan materi dari premis-premisnya, jadi salah benar premisnya tak dapat diuji.

2. Penalaran Induktif

Penalaran induktif adalah penalaran yang memberlakukan atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum (Smart,1972:64). Penalaran ini lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau empiri. Dengan kata lain penalaran induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.(Suriasumantri, 1985:46). Inilah alasan eratnya kaitan antara logika induktif dengan istilah generalisasi.

Contoh gampang penalaran induktif ini misalnya:
Harimau berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan.
Babi berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan.
Ikan Paus berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan.
................................................................................
Kesimpulan: Semua hewan yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan.

Penalaran ini dirintis oleh Prancis Bacon yang tidak puas dengan penalaran deduktif, dan tidak habis pikir mengapa misalnya masalah jumlah gigi kuda saja harus berdebat habis-habisan dengan menggunakan logika deduktif, bukankah pemecahannya sangat mudah? buka saja mulut-mulut kuda lalu dihitung jumlah giginya. (Best,1982: 15)
Bacon merasa bahwa jika kita terus berpijak pada penalaran deduktif semata maka dia akan berputar dari itu ke itu juga sulit untuk maju, namun kitapun harus sadar bahwa induktifnya Bacon bukan tanpa cela, antara lain karena keterbatasan dan ketidaksempurnaan indera; selain itu jika observasi inderawi dilakukan secara acak tanpa berpijak pada kesatuan konsep atau fokus maka kita seolah berjalan dalan kegelapan; pengalaman inderawi merupakan sesuatu yang bersifat tidak pasti sebab suatu fakta tidak memberikan makna untuk dirinya danb tidak menunjukkan hubungan antar mereka tanpa masuknya subjektivitas pengamatnya, jadi apakah fakta semata akan selalu mendasari pengetahuan yang konsisten dan pasti kepada kita ?

3. Penalaran Ilmiah.

Baik penalaran deduktif maupun penalaran induktif keduanya memiliki kebaikan dan kelemahan masing-masing, namun dengan segala kelebihan dan kelemahannya keduanya telah mewarnai babak-babak awal sejarah perkembangan ilmu pengetahuan modern.
Berpijak pada deduktif semata, ilmu pengetahuan tidak akan maju, demikian pula jika berpijak pada induktif semata ilmu pengetahuanbagai berjalan dalam kegelapan. dengan melihat kelebihan dan kekurangan dari kedua penalaran itu, orang kemudian mencoba memodifikasi keduanya, bahkan kemudian untuk memperbesar keunggulan kedua logika itu dan memperkecil kelemahan masing-masing maka kedua logika itu digabungkan. Upaya penggabungan itu dilakukan oleh Charles Darwin si penggagas teori evolusi saat mencoba membuktikan konsep Malthus tentang struggle for existence yang kemudian menghasilkan teori baru seleksi alam yang terkenal itu. Dalam hal ini Darwin menggunakan penemuan orang lain untuk menemukan teori baru. Inilah sebenarnya essensi dari penggabungan deduktif dan induktif.
Gabungan penalaran deduktif dan induktif inilah yang kemudian memunculkan penalaran baru yang dikenal degan penalaran ilmiah. Mengenai hal ini Herbert L. Searles (Van Dalen, 1973:14) mengungkapkan bahwa: “ Iduction provides the groundwork for hypotheses, in order to eliminate those that are inconsistence with the facts, while induction again contributes to verification of remaining hypotheses”.
Selanjutnya John Dewey (Van Dalen,1973:13) meramu gabungan penalaran tersebut ke dalam langkah-langkah berpikir yang dikenal sebagai berpikir reflektif (reflective thinking). Langkah-langkah berpikir reflektif inilah yang kemudian menjadi cikal bakal metode ilmiah (scientific method).
Anderson (1970:5) mengemukakan urutan langkah-langkah metode ilmiah sbb:
1. Perumusan masalah.
2. Penyusunan hipotesis.
3. Melakukan eksperimen/pengujian hipotesis.
4. Mengumpulkan dan mengolah data.
5. Menarik kesimpulan.

Penalaran ilmiah atau metode ilmiah yang menghendaki pembuktian kebenaran secara terpadu antara kebenaran rasional dan kebenaran faktual, mengggabungkan penalaran deduktif dan induktif dengan menggunakan hipotesis sebagai jembatan penghubungnya. Dari sinilah lahir alur penalaran ilmiah yang dikenal denga ungkapan : “Logico hypothetico verifikatif” yang kemudian telah melahirkan banyak penemuan ilmiah dan telah memacu perkembangan ilmu pengetahuan ke tingkat yang sekarang ini.
IPA adalah ilmu pengetahuan yang maju dan berkembang karena metode ilmiah dan sampai saat ini ilmuwan IPA tergolong yang paling setia pada metode ilmiah ini.
Metode ilmiah bukan tanpa kekurangan, karena itu tugas anda adalah coba identifikasi apa kelebihan dan kekurangan metode ilmiah ini,

Daftar Pustaka

Anderson, R.D. (1970). Developing Children Thinking through Science, New Jersey: Prentice Hall Inc.
Best John W. (1982) Metodologi Penelitian Pendidikan, disunting oleh Sanafiah Faisal & Mulyadi. Surabaya:Usaha Nasional.
Harre,Rom (1984) The Philosophies Of Science, Oxford: Oxford University Press.
Smart, Patricia, (1972).Thinking And Reasoning, London: Mc Millan Education Ltd.
Suriasumantri,J.S. (1985).Filsafat Ilmu suatu Pengantar Populer. Jakarta:sinar harapan.
----------------------(1989) Ilmu dalam persfektif Sebuah karangan tentang hakikat Ilmu, Jakarta: Gramedia.
Van dalen, D.(1973) UnderstandingEducational research. New york: Mc Graw Hill Book Co.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar